Cakalang (Katsuwonus pelamis) adalah ikan berukuran sedang dari familia Scombridae (tuna). Satu-satunya spesies dari genus Katsuwonus. Cakalang terbesar, panjang tubuhnya bisa mencapai 1 m dengan berat lebih dari 18 kg. Cakalang yang banyak tertangkap berukuran panjang sekitar 50 cm. Nama-nama lainnya di antaranya cakalan, cakang, kausa, kambojo, karamojo, turingan, dan ada pula yang menyebutnya tongkol. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai skipjack tuna
Klasifikasi ilmiah | ||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
| ||||||||||||||
Nama binomial | ||||||||||||||
Katsuwonus pelamis (Linnaeus, 1758) |
Deskripsi
Tubuh berbentuk memanjang dan agak bulat (fusiform), dengan dua sirip punggung yang terpisah. Sirip punggung pertama terdiri dari XIV-XVI jari-jari tajam. Sirip punggung kedua yang terdiri dari 14-15 jari-jari lunak, diikuti oleh 7-9 sirip tambahan berukuran kecil (finlet). Sirip dubur berjumlah 14-15 jari-jari, diikuti oleh 7-8 finlet. Sirip dada pendek, dengan 26-27 jari-jari lunak. Di antara sirip perut terdapat dua lipatan kulit yang disebut taju interpelvis. Busur (lengkung) insang yang pertama memiliki 53-63 sisir saring.[1]
Bagian punggung berwarna biru keungu-unguan hingga gelap. Bagian perut dan bagian bawah berwarna keperakan, dengan 4 hingga 6 garis-garis berwarna hitam yang memanjang di samping badan. Tubuh tanpa sisik kecuali pada bagian barut badan (corselet) dan gurat sisi. Pada kedua sisi batang ekor terdapat sebuah lunas samping yang kuat, masing-masing diapit oleh dua lunas yang lebih kecil.[1]
PEYEBARAN
Cakalang dikenal sebagai perenang cepat di laut zona pelagik. Ikan ini umum dijumpai di laut tropis dan subtropis di Samudra Hindia, Samudra Pasifik, dan Samudra Atlantik. Cakalang tidak ditemukan di utara Laut Tengah. Hidup bergerombol dalam kawanan berjumlah besar (hingga 50 ribu ekor ikan). Makanan mereka berupa ikan, krustasea, cephalopoda, dan moluska. Cakalang merupakan mangsa penting bagi ikan-ikan besar di zona pelagik, termasuk hiu.
PEMANFAATAN
Ikan cakalang adalah ikan bernilai komersial tinggi, dan dijual dalam bentuk segar, beku, atau diproses sebagai ikan kaleng, ikan kering, atau ikan asap. Dalam bahasa Jepang, cakalang disebut katsuo. Ikan cakalang diproses untuk membuat katsuobushi yang merupakan bahan utama dashi (kaldu ikan) untuk masakan Jepang. Di Manado, dan juga Maluku, ikan cakalang diawetkan dengan cara pengasapan, disebut cakalang fufu (cakalang asap).
POTENSI
Salah satu jenis sumberdaya ikan laut, yang mempunyai nilai ekonomis penting dan mempunyai prospek yang baik adalah ikan cakalang. Potensi ikan pelagis besar di wilayah pengelolaan perikanan (WPP 4) yaitu di Selat Makassar dan Laut Flores sebesar 193,60 (103 ton/tahun) dan produksinya sebesar 85,10 (103 ton/tahun), dengan tingkat pemanfaatan sebesar 43,96 %. (DKP RI, 2004). Teknologi penangkapan yang umum digunakan di Indonesia untuk memanfaatkanpotensi sumberdaya ikan cakalang adalah purse seine dan pancing ( pole and line, pancing tonda, pancing ulur dan long line), (Monintja, 1999). Potensi produksi ikan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 900 ribu ton,
Kekuatan industri pada dasarnya berbasis pada sumberdaya. Penyebaran cakalang di perairan Indonesia luas dengan potensi besar. Pemanfaatannya relatif masih rendah, namun teknologi dalam usaha penangkapan berkembang pesat. Produktivitas beberapa jenis alat penangkap cakalang yang telah biasa digunakan nelayan telah cukup tinggi seperti pole and line dan purse seine. Perkembangan teknologi pengolahan pesat dan kapasitas industri cukup tinggi. Dalam industri penunjang, persediaan bahan/material pembuatan kapal ikan dan rumpon memadai dan harga relatif murah. Demikian pula, tenaga kerja mudah diperoleh dan relatif murah.
Kekuatan industri penangkapan cakalang sebagai komoditas bernilai ekonomi tinggi dan peluang pasar terbuka antara lain bahwa pangsa pasar industri penangkapan Indonesia dalam pasar Asia Tenggara cukup besar. Indonesia merupakan eksportir kedua setelah Thailand. Infrastruktur industri perikanan tersedia cukup baik dari pemerintah maupun swasta. Dari sisi pemerintah, sekurang-kurangnya akhir-akhir ini telah ada kemauan politik untuk memperbaiki kebijakan dalam bidang usaha perikanan termasuk cakalang.
Kelemahan yang masih menjadi kendala bagi pengembangan industri antara lain pendugaan potensi sumberdaya yang dapat dieksplorasi belum didukung teknologi yang memadai, dan sistem informasi dan basis data belum akurat. Dalam semangat mengoptimalkan eksplorasi sumberdaya, pencapaian target produksi sering dilakukan dengan menerapkan teknologi yang tidak berwawasan lingkungan sehingga merusak kelestarian lingkungan dan sumberdaya. Dominasi usaha penangkapan oleh nelayan tradisional di wilayah pantai menyebabkan gejala padat tangkap. Sistem penanganan dan pengolahan hasil tangkapan belum mampu mengakomodir standar mutu yang diinginkan oleh konsumen. Keahlian dan keterampilan tenaga kerja industri belum memadai. Unit penangkapan dan pengolahan cakalang belum menerapkan sistem alokasi optimum. Sarana distribusi produk cakalang kurang baik, khususnya di wilayah KTI. Dari industri penunjang, pasokan bahan baku industri pengolahan belum terpenuhidan strategi pemasaran yang diterapkan oleh para pelaku system
ALAT TANGKAP
Huhate (pole and line)
Huhate atau pole and line khusus dipakai untuk menangkap cakalang. Tak heran jika alat ini sering disebut “pancing cakalang”. Huhate dioperasikan sepanjang siang hari pada saat terdapat gerombolan ikan di sekitar kapal. Alat tangkap ini bersifat aktif. Kapal akan mengejar gerombolan ikan. Setelah gerombolan ikan berada di sekitar kapal, lalu diadakan pemancingan.
Terdapat beberapa keunikan dari alat tangkap huhate. Bentuk mata pancing huhate tidak berkait
Terdapat beberapa keunikan dari alat tangkap huhate. Bentuk mata pancing huhate tidak berkait
seperti lazimnya mata pancing. Mata pancing huhate ditutupi bulu-bulu ayam atau potongan rafia yang halus agar tidak tampak oleh ikan. Bagian haluan kapal huhate mempunyai konstruksi khusus, dimodifikasi menjadi lebih panjang, sehingga dapat dijadikan tempat duduk oleh pemancing. Kapal huhate umumnya berukuran kecil. Di dinding bagian lambung kapal, beberapa cm di bawah dek, terdapat sprayer dan di dek terdapat beberapa tempat ikan umpan hidup. Sprayer adalah alat penyemprot air.
Pemancingan dilakukan serempak oleh seluruh pemancing. Pemancing duduk di sekeliling kapal dengan pembagian kelompok berdasarkan keterampilan memancing.
Pemancing I adalah pemancing paling unggul dengan kecepatan mengangkat mata pancing berikan sebesar 50-60 ekor per menit. Pemaneing I diberi posisi di bagian haluan kapal, dimaksudkan agar lebih banyak ikan tertangkap.
Pemancing II diberi posisi di bagian lambung kiri dan kanan kapal. Sedangkan pemancing III berposisi di bagian buritan, umumnya adalah orang-orang yang baru belajar memancing dan pemancing berusia tua yang tenaganya sudah mulai berkurang atau sudah lamban. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pemancingan dilakukan jangan ada ikan yang lolos atau jatuh kembali ke perairan, karena dapat menyebabkan gerombolan ikan menjauh dari sekitar kapal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar