Stop ilegal fishing atau stop penangkapan ikan secara ilegal merupakan upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan kelestarian dan keberadaan sumberdaya ikan di Indonesia. Kerugian negara akibat penangkapan ikan secara ilegal (ilegal fishing) yang dilakukan oleh kapal-kapal asing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) disinyalir meningkat setiap tahun, seiring dengan banyaknya kasus pelanggaran eksploitasi di sektor perikanan. Dari data yang diperoleh, saat ini negara kehilangan 6 juta ton sumberdaya ikan dengan kerugian sekitar 30 Trilyun Rupiah akibat pencurian hasil laut.
Ilegal fishing tersebut dapat berupa pencurian hasil, pengeboman ikan, pembiusan, penggunaan pukat harimau dan sebagainya yang bersifat destruktif maupun menyebabkan over fishing. Sebagian besar pelaku kasus illegal fishing yang terungkap adalah kapal ikan asing seperti dari Vietnam, Thailand, China, Myanmar dan Malaysia. Sepanjang tahun 2009, telah ditemukan banyak kasus ilegal fishing di WPP-RI. Sebanyak 13 kasus ilegal fishing yang ditangani oleh Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair) Polda Sulawesi Selatan dan Barat, 22 kasus yang tangani oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Proponsi Kalimantan Tengah yang aksinya tersebar di 14 Kabupaten, dan masih banyak lagi kasus ilegal fishing di perairan yang berbatasan dengan negara tetangga, seperti Malaysia.
Dari sekian banyak kasus, alasan pelaku (nelayan) melakukan penangkapan ikan secara ilegal (ilegal fishing) yaitu mereka memperoleh hasil tangkapan yang maksimal, tanpa menyadari dampak negatif dari kegiatan tersebut.
Menurut Dedi S. Adhuri (Peneliti LIPI) bahwa kapal pukat harimau, yang sudah dilarang sejak 1980, diizinkan beroperasi di perairan Kalimantan Timur bagian utara dengan Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2008. Beroperasinya kapal pukat itu digunakan untuk memperkuat klaim pemerintah atas pulau-pulau di wilayah yang berbatasan dengan Malaysia yaitu pulau Sipadan dan Ligitan terulang. Kapal pukat dijadikan simbol keberadaan Indonesia, tapi sekaligus merugikan. Kapal-kapal pukat itu pun sebenarnya bukan milik nelayan Indonesia, melainkan milik pemodal Malaysia. Mereka bekerja sama dengan nelayan setempat untuk memperoleh izin administratifnya dan hasil tangkapannya dijual di Malaysia. Saat tertangkap, yang dihukum hanya anak buah kapal, sedangkan pemodalnya lolos.
Stop Ilegal Fishing Untuk Kesejahteraan Masyarakat
Pada dasarnya, kerugian yang diakibatkan kegiatan illegal fishing (www.iuufishing.com) sebagai berikut :
1. Subsidi Bahan Bakar Minyak dimanfaatkan dan dinikmati oleh kapal-kapal yang tidak berhak,
2. Berkurangnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),
3. Peluang kerja nelayan Indonesia (lokal) berkurang, karena kapal-kapal illegal adalah kapal-kapal asing yang menggunakan ABK asing,
4. Hasil tangkapan umumnya dibawa langsung ke luar negeri (negara asal kapal), sehingga mengakibatkan : hilangnya sebagian devisa negara, dan berkurangnya peluang nilai tambah dari industri pengolahan,
5. Ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan karena hasil tangkapan tidak terdeteksi, baik jenis, ukuran maupun jumlahnya (destruktif dan over fishing),
6. Merusak citra Indonesia pada kancah International karena IUU fishing yang dilakukan oleh kapal asing berbendera Indonesia maupun kapal milik warga negara Indonesia. Hal ini juga dapat berdampak ancaman embargo terhadap hasil perikanan Indonesia yang dipasarkan di luar negeri.
Besarnya nilai kehilangan sumberdaya ikan dan kerugian negara menyebabkan dilakukannya perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004 menjadi UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Pelaksanaan Pengelolaan Perikanan sesuai amanat dari Perubahan UU Perikanan harus selaras antara Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), TNI AL dan Ditpolair.
Dalam memberantas ilegal fishing, maka diperlukan program penguatan armada penangkapan nasional, pemberian permodalan serta yang paling vital pemenuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) sesuai kemampuan nelayan. Penguatan armada penangkapan nasional dengan melakukan pengadaan kapal-kapal, alat dan perlengkapan tangkap yang bersaing (ramah lingkungan) serta meningkatkan pengetahuan penangkapan ikan. Pemenuhan BBM dengan melakukan subsidi khusus kepada nelayan. Selain itu, pengurangan investor asing perikanan masuk ke Indonesia juga diperlukan, agar terjadi pertumbuhan investor dalam negeri (kemandirian bangsa).
Peran Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) sangat dibutuhkan dalam pengawasan pengelolaan perikanan untuk menekan Ilegal fishing. Penambahan dan memaksimalkan kerja Kelompok Masyarakat Pengawas (POKWAMAS) dengan pemberian fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan pengawasan, sehingga proses pelaporan kegiatan ilegal fishing dapat efisien.
Berdasarkan semua uraian di atas, maka pengelolaan perikanan untuk kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Kelestarian dan eksistensi stok sumberdaya ikan dapat pula dinikmati oleh generasi selanjutnya. Stop Ilegal Fishing Untuk Kesejahteraan Masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar