Teknologi penginderaan jauh (inderaja)
dan sistem informasi geografi (SIG) merupakan teknologi baru yang sangat bermanfaat
dalam pengelolaan sumberdaya perairan. Di Indonesia pemanfaatan teknologi ini
terbilang masih sangat terbatas, terbatas dalam hal sarana dan prasana maupun
dari segi sumberdaya manusianya. Padahal Indonesia sebagai daerah tropis
mempunyai keaneragaman hayati tertinggi di Dunia khususnya diwilayah Pesisir.
Dengan panjang garis pantai yang mencapai 81.791 Km, merupakan pantai
terpanjang kedua di Dunia setelah Kanada. Panjangnya perairan dangkal ini
pulalah yang menjadi habitat dari tiga ekosistem utama yaitu ekosistem
Mangrove, Lamun dan Terumbu Karang. Di ketahui bahwa ekosistem Mangrove, Lamun
dan Terumbu Karang tumbuh subur diperairan Indonesia sehinga
Peranan ekosistem
Mangrove, Lamun dan Terumbu Karang
secara fisik di perairan laut dangkal adalah membantu mengurangi tenaga
gelombang dan arus, menyaring sedimen yang terlarut dalam air dan menstabilkan
dasar sedimen. Sementara itu peranan lain yang tak kalah pentingnya adalah kemampuan berproduksi primer yang tinggi yang
secara langsung berhubungan erat dengan tingkat kelimpahan produktivitas
perikanannya. Selain itu, ekosistem Mangrove, Lamun dan Terumbu
Karang diketahui mendukung berbagai
jaringan rantai makanan, baik yang didasari oleh rantai herbivor maupun
detrivor.
Namun, Dewasa
ini ekosistem Mangrove, Lamun dan Terumbu Karang merupakan ekosistem sangat rentan dan peka terhadap perubahan lingkungan
hidup seperti kegiatan alih fungsi lahan, sedimentasi yang berkaitan dengan pembangunan pelabuhan, real
estate, sarana wisata, pembuangan sampah organik cair, sampah padat, pencemaran
oleh limbah industri terutama logam berat, pencemaran limbah pertanian dan
pencemaran minyak serta penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan
seperti potasium sianida dan sabit/gareng. Sehingga kondisi ini dapat menurunkan kemampuan daya dukung (carrying
capacity) ekosistem Mangrove, Lamun dan Terumbu Karang dalam fungsinya sebagai produktifitas perairan.
Penginderaan jauh (remote sensing) merupakan salah satu
upaya pemantauan kondisi ekosistem Mangrove, Lamun dan Terumbu
Karang. Beberapa informasi yang dapat diperoleh melalui Penginderaan jauh (remote sensing) terhadap ekosistem
perairan antara lain mengidentifikasi komposisi jenis, luas tutupan, biomassa
bahkan dapat memproyeksikan perubahan perubahan yang terjadi terhadap ekosistem
dalam kurung waktu tertentu.
Gambar
1. Salah satu contoh pemanfaatan remote sensing ,menunjukkan perubahan pada ekosistem pada lamun di Pesisir Australia yang terjadi pada tahun 2004 dan 2007 ( Lyons
et al.,2011). Perubahan tersebut misalnya kawasan yang dulunya terdapat lamun
namun kini sudah berubah menjadi alga atau pasir.
Pemantauan
ekosistem perairan dangkal merupakan hal yang sangat baik untuk dilakukan apalagi
dengan kondisi perairan di Indonesia relatif jernih, dimana penetrasi cahaya
yang baik dan mudah diakses oleh bidang data. Selain itu, remote sensing juga menjadikan
lebih hemat biaya daripada pengumpulan data melalui survei lapangan. Meski
demikian remote sensing terhadap
kondisi ekosistem
Mangrove, Lamun dan Terumbu Karang tetap harus diintergasikan dengan data-data
lapangan agar informasi yang tersedia lebih kompleks sehingga mudah untuk
dimanfaatkan.
Penutup, Berdasarkan uraian singkat
diatas maka sudah sepatutnya kita mengadopsi teknologi remote
sensing ini khususnya dalam memantau
kondisi ekosistem diperairan Laut dangkal. Sehingga dengan pemantauan yang
intensif merupakan sebuah modal awal dalam rangka mewujudkan pengelolaan
sumberdaya perairan secara lestari dan berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar