Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara
kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis
pantai lebih dari 81.000 km dengan luas laut mencapai 3,1 juta km2.
Selain itu wilayah pesisir dan lautan Indonesia juga dikenal sebagai negara
dengan kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia
dengan memiliki ekosistem pesisir seperti mangrove, terumbu karang (coral
reefs) dan padang lamun (sea grass beds) (Dahuri et al. 1996).
Wilayah Indonesia yang terbentang
dari 6°08′ LU hingga 11°15′ LS, dan dari 94°45′ BT hingga 141°05′ BT terletak
di posisi geografis sangat strategis, karena menjadi penghubung dua samudera
dan dua benua, Samudera India dengan Samudera Pasifik, dan Benua Asia dengan
Benua Australia. Luas total wilayah Indonesia adalah 7,9 juta km2 dengan
wilayah perairan sebesar 6,1 juta km2
tersebut adalah 77% dari seluruh luas Indonesia, sehingga luas laut Indonesia
adalah tiga kali luas daratannya. Salah satu kawasan laut yang menyimpang
pontensi sumberdaya alam yang
melimpah adalah selat makasar. Selat ini terletak di antara pulau Kalimantan dan Sulawesi dengan hamparan pulau-pulau karang membentang dari selatan
hingga utara, mulai Kabupaten Takalar di Selatan hingga pulau-pulau Kab.
Pangkajene Kepulauan (Pangkep) di Utara yang dikenal sebagai dangkalan Spermonde
Shelf, dengan jumlah pulau sekitar 120 pulau.
Sebagai Negara kepulauan terbesar
dengan potensi sumberdaya laut dan pesisir yang melimpah seharusnya menjadikan
Indonesia sebagai Negara yang maju. Namun hingga saat ini berbagai persoalan
pengelolaan pesisir dan laut menjadikan masyarakat pesisir sebagai
masyarakat terbelakang yang jauh dari
kesejahteraan. Salah satu persoalan masyarakat pesisir di pulau-pulau kecil di
selat Makassar adalah masalah kelistrikan, padahal listrik memegang peranan yang
sangat penting dalam membangun sebuah kawasan menjadi lebih maju. Masyarakat kepulauan
di selat Makassar umumnya mendapatkan listrik dari pengoperasian genset yang
memerlukan biaya operasional yang mahal serta waktu pengoperasian yang relatif
terbatas. Melihat permasalahan di atas maka timbullah insiatif gagasan untuk mengembangkan Energi pasang surut Tidal Ocean Energy air laut sebagai energy terbaharukan guna
mengatasi Keterbatasan energy listrik Pulau-Pulau Kecil Di Selat Makassar.
PEMBAHASAN
Perairan Indonesia
memiliki keadaan alam yang unik, yaitu topografinya yang beragam. Karena
merupakan penghubung dua system samudera yaitu Samudera Pasifik dan Samudera
Hindia, maka sifat dan kondisinya dipengaruhi oleh kedua samudera tersebut,
khususnya samudera pasifik. Pengaruh ini terlihat antara lain pada sebaran
massa air , arus, pasang surut dan kesuburan perairan. Selain pengaruh kedua
kedua samudera tersebut, keadaan musim juga mempengaruhi sifat dan kondisi
perairan disini, misalnya perairan Selat Makasar, Laut Banda, Laut Flores dan
Laut Sulawesi (Wyrtki, 1961).
Selat Makassar merupakan selat
yang terletak di antara pulau Kalimantan dan Sulawesi di Indonesia. Di Selat Makassar terdapat hamparan pulau-pulau karang
yang berada di bagian barat jazirah Sulawesi Selatan, membentang selatan-utara,
mulai Kabupaten Takalar di Selatan hingga pulau-pulau Kab. Pangkajene Kepulauan
(Pangkep) di Utara, dikenal sebagai dangkalan Spermonde Shelf, dengan
jumlah pulau ± 120 pulau dan 12 diantaranya merupakan bagian wilayah Kota
Makassar. Potensi energi Energi pasang surut di selat Makassar sangat besar. Asumsinya
jika kita mampu menggarap energi ini maka bukan hal yang mustahil masyarakat di
pulau-pulau kecil di wilayah selat Makassar dapat menikmati listrik.
Pasang surut menggerakkan air dalam jumlah besar setiap
harinya; dan pemanfaatannya dapat menghasilkan energi dalam jumlah yang cukup
besar. Dalam sehari bisa terjadi hingga dua kali siklus pasang surut. Oleh
karena waktu siklus bisa diperkirakan (kurang lebih setiap 12,5 jam sekali),
suplai listriknya pun relatif lebih dapat diandalkan daripada pembangkit
listrik bertenaga ombak.
Salah satu model pembangkit listrik tenaga pasang surut ini
adalah menggunakan turbin lepas pantai yang lebih menyerupai pembangkit listrik
tenaga angin versi bawah laut. Keunggulannya adalah lebih murah biaya instalasinya,
dampak lingkungan yang relatif lebih kecil persyaratan lokasinya pun lebih
mudah sehingga dapat dipasang di lebih banyak tempat.
Beberapa perusahaan di dunia telah mengembangkan teknologi
turbin lepas pantai di antaranya adalah: Blue Energy dari Kanada, Swan
Turbines (ST) dari Inggris, dan Marine Current Turbines (MCT) dari
Inggris. Gambar hasil rekaan tiga dimensi dari ketiga jenis turbin tersebut
ditampilkan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Bermacam-macam jenis turbin lepas pantai yang digerakkan oleh
arus pasang surut.
Gambar sebelah kiri (1): Seagen Tidal Turbines buatan MCT.
Gambar tengah (2): Tidal Stream Turbines buatan Swan
Turbines.
Gambar kanan atas (3): Davis Hydro Turbines dari Blue
Energy.
Gambar kanan bawah (4): skema komponen Davis Hydro Turbines
milik Blue Sumber: (1) marineturbines.com, (2) swanturbines.co.uk, (3) &
(4) bluenergy.com.
Teknologi turbin bekerja seperti pembangkit listrik tenaga
angin yang dibenamkan di bawah laut. Dua buah baling dengan diameter 15-20
meter memutar rotor yang menggerakkan generator yang terhubung kepada sebuah
kotak gir (gearbox). Kedua baling tersebut dipasangkan pada sebuah sayap
yang membentang horizontal dari sebuah batang silinder yang diborkan ke dasar
laut. Turbin tersebut akan mampu menghasilkan 750-1500 kW per unitnya, dan
dapat disusun dalam barisan-barisan sehingga menjadi ladang pembangkit listrik.
Demi menjaga agar ikan dan makhluk lainnya tidak terluka oleh alat ini,
kecepatan rotor diatur antara 10-20 rpm (sebagai perbandingan saja, kecepatan
baling-baling kapal laut bisa berkisar hingga sepuluh kalinya).
Beberapa kelebihan dan kekurangan dari pembangkit listrik
tenaga pasang surut antara lain setelah dibangun, energi pasang surut dapat
diperoleh secara gratis, tidak menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah
lainnya, tidak membutuhkan bahan bakar, biaya operasi rendah, produksi listrik
stabil serta pasang surut air laut dapat diprediksi.
Gambar 2. Salah satu pembangkit model pembangkit
listrik tenaga pasang surut yang dapat di terapakan di pulau.
Turbin-turbin air dan mesin-mesin listrik terletak di bawah
air, hanya bagian atas dari pembangkit listrik tersebut yang tampak diatas
permukaan laut.
Saat ini baru beberapa
negara yang yang sudah melakukan penelitian secara serius dalam bidang energi
tidal, diantaranya Inggris dan Norwegia. Di Norwegia, pengembangan energi ini
dimotori oleh Statkraft, perusahaan pembangkit listrik terbesar di negara tersebut.
Statkraft bahkan memperkirakan energi tidal akan menjadi sumber energi
terbarukan yang siap masuk tahap komersial berikutnya di Norwegia setelah
energi hidro dan angin. Keterlibatan perusahaan listrik besar seperti Statkraft
mengindikasikan bahwa energi tidal memang layak diperhitungkan baik secara
teknologi maupun ekonomis sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan energi
dalam waktu dekat.
Potensi energi tidal di
Indonesia tidak kalah dari Negara-negara diatas dan termasuk yang terbesar di
dunia. Sudah semestinya kita menggarap energi ini. Jika bangsa kita mampu
memanfaatkan dan menguasai teknologi pemanfaatan energi tidal, ada dua
keuntungan yang bisa diperoleh yaitu, pertama, keuntungan pemanfaatan energi
tidal sebagai solusi pemenuhan kebutuhan energi nasional dan, kedua, kita akan
menjadi negara yang mampu menjual teknologi tidal yang memberikan kontribusi
terhadap devisa negara.
Pihak-Pihak Terkait dalam
Implementasi Tidal Ocean Energy
Pengembangan
Tidal Ocean Energy di pulau membutuhkan dukungan yang
komprehensif dan kontinyu agar dapat menuai hasil yang jauh lebih maksimal.
Untuk itu, dalam implementasi gagasan ini dibutuhkan dukungan dari berbagai
pihak, diantaranya :
1.
Instansi Pemerintah
Dalam implementasi gagasan ini,
keterlibatan pemerintah diwakili melalui seperti:
a.
Dinas Perusahaan Listrik Negara (PLN)
b.
Bappeda Kota Makassar
c.
Dinas Tata Ruang dan Bangunan
d.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Makassar.
e.
Mitra Bahari DKP Prov.Sul-Sel
f.
Institusi Pendidikan, Peran serta institusi pendidikan
baik peguruan tinggi Negeri maupun Peguruan tinggi swasta dapat dilakukan
dengan munculnya gagasan tentang strategi maupun inovasi teknologi tepat guna
dalam penanggulangan bencana. Institusi pendidikan tinggi dapat pula melakukan
penelitian, pengkajian, identifikasi, dan analisis dampak dan risiko bencana
bahkan bila memungkinkan dapat membandingkan keefektivan strategi-strategi yang
diterapkan.
2.
Pihak Swasta
Peran serta pihak swasta dapat
dilakukan dengan turut mendukung program-program yang dilaksanakan oleh
pemerintah sebagai wujud tanggung jawab.
3.
Lembaga Swadaya dan Organisasi Kemasyarakatan
Lembaga swadaya dan organisasi masyarakat dapat berperan
secara multifungsi, yakni mulai dari peranannya sebagai fasilitator masyarakat
dalam pendidikan dan pelatihan, fungsi pengembangan jaringan, fungsi kontrol terhadap
kebijakan pemerintah dan dunia bisnis, mengembangkan akses masyarakat untuk
meningkatkan kapasitas, memfasilitasi usaha penguatan organisasi masyarakat lokal, serta
membangun koordinasi dan komunikasi antar kelompok sektoral. Lembaga-lembaga
kemasyarakatan menduduki peran katalisator internal yang dapat membatu
menjalankan fungsi pendampingan, monitoring, evaluasi, dan advokasi antar
kelompok-kelompok terkait.
4.
Media Informasi dan Komunikasi Massa
Media informasi
dan komunikasi massa juga memegang peranan penting dalam pengembangan Kawasan
Mangrove di pulau lakkang.. Pembuatan film dokumenter, situs atau website khusus menyediakan informasi
pengembangan Kawasan Mangrove di Pulau Lakkang.
Kesimpulan
Potensi Energi
pasang surut di selat Makassar sangat besar. Pasang surut menggerakkan air dalam
jumlah besar setiap harinya; dan pemanfaatannya dapat menghasilkan energi dalam
jumlah yang cukup besar. Dalam sehari bisa terjadi hingga dua kali siklus
pasang surut. Bukanlah hal yang mustahil kita dapat mengembangkan teknologi
hingga
masyarakat pesisir di pulau-pulau kecil di wilayah selat Makassar. Dengan
adanya energy listrik di wilayah kepulauan ini masyarakat pesisir dapat
merasakan keadilan bahwa bukan hanya masyarakat di darat yang dapat menikmati
listrik, namun masyarakat terisolir dan terpencil di kepulauan pun dapat
merasakan listrik. Dengan adanya listrik ini akan mengantar masyarakat menuju
kemakmuran dan kesejahteraan.
Melihat pesatnya riset
pengembangan Tidal Ocean Energy yang dilakukan oleh Negara lain maka sudah
sepantasnya kita tidak boleh kalah sebagai Negara kepulauan terbesar yang
memiliki luas laut yang lebih besar di banding Negara yang mengembangkan energy
pasang surut tersebut, kita harus melakukan riset penelitian hingga
pengembangan energy pasang surut di kepulauan kita. Kita tidak boleh pesimis
dengan keadaan yang di alami Negara kita. Kita harus bersyukur bahwa Negara
kita dianugerahi sumberdaya alam yang
tak dimiliki Negara lain selain itu kita harus Optimis bahwa kita mempunyai
sumberdaya manusia yang handal, yang siap bekerja keras, mengerahkan segenap
pikiran dan tenaga demi membangun negeri ini menjadi lebih maju dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Hutabat Sahala. 2008. Pengantar Oceanografi . UI-Press Jakarta
Halim Rustam. 2010. Negara Kepulauan Available
at :
http://ahmadfany.wordpress.com/2010/09/15/indonesia-negara-kepulauan-terbesar-dunia/
(21 November 2011)
Irzan Muh.2008.pasang surut. Available at : http://majarimagazine.com/2008/01/energi-laut-2-pasang-surut/ (21 November 2011)
Nuitja. 2010. Manajemen
Sumberdaya Perairan. IPB-Press. Bogor
Rustam. 2011. Parameter oceanografi di laut.
Available at : http://www.alpensteel.com/article/52-106-energi-laut-ombakgelombangarus/553-saatnya-indonesia-menggarap-energi-tidal.html (21 November 2011)
Yusuf Zulkarnain.2011. gelombang arus Available at : http://www.alpensteel.com/article/52-106-energi-laut-ombakgelombangarus/2105-inilah-qblue-energyq-sesungguhnya-.html (21 November 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar